Kacamata itu ada
Kacamata itu tergeletak di ujung sana
Kacamata itu dipakainya
Kacamata itu sesuai di wajahnya
Tapi, ah, kedua matanya mengecil. Kedua alis menyatu, tanda tak pas
Kacamata itu ada
Kacamata itu tergeletak di ujung sana
Kacamata itu dipakainya
Kacamata itu sesuai di wajahnya
Tapi, ah, kedua matanya mengecil. Kedua alis menyatu, tanda tak pas
Hargailah dirimu dulu, sebelum meminta orang lain menghargaimu. Ungkapan ini baru saja menyentilku sore ini. Bermula dari keluhan si sulung,” udah, ya, Ma. Tanganku capek harus nulis sambung terus.” Tanpa menunggu jawaban, pensil di tangan pun langsung diletakkan di atas meja belajar. Kemudian berlanjut dengan menyerahkan semuanya pada si Mbak.
Ah, dasar anak-anak, pikirku..
Sambil menyeruput teh manis hangat, tiba-tiba pikiran meremehkan anakku tadi, terbantahkan. Sebuah kejadian beberapa waktu lalu menampik keluhan si kakak. Ya, lempar pekerjaan ternyata bukanlah milik anak-anak semata. Continue reading
Sabtu dan Minggu. Dua hari tenang–sah-sah saja–untuk rehat dari segala hal. Kalaupun ditambah dengan jalan – jalan, rasanya, tidak diharamkan. Tapi, jika menjadi kantung curahan hati seorang teman, bagaimana ?. Inipun boleh dan hukumnya membahagiakan jika bisa memberi masukan positif padanya. Continue reading
Yang belum baca cerita sebelumnya ada di bagian 1, bagian 2, bagian 3, dan bagian 4
“Semua yang kamu ceritakan, tak ada yang salah. Tapi itu hanya sebagian kecil saja dari derita yang aku rasa akibat volly,” ungkap Ryan terbata-bata.
Pengalaman terpilih masuk pelatnas, diakui Ryan sebagai hal yang paling membanggakan dan membahagiakan. Apalagi ia telah berlatih serius sejak SMP. Karena itu, diterima di pelatnas memang telah ditunggunya. Continue reading
Gol….gol, sebuah gol kemenangan berhasil dilakukan oleh si Buyung.
Si Buyung : “Hahaha…, ini namanya, gol tendangan ikan buntal. Kalau yang tadi, tendangan ikan cupang ama tendangan cumi.” (dengan bangga si buyung berujar pada si Mbak pengasuh sembari mengakhiri permainan untuk mandi sore).
Usai merampungkan mandi sore dan makan malam, memori kemenangan tadi sore kembali melintas. Sembari senyum-senyum sendiri, si Buyung kembali mengingat momen tak terlupakan itu bersama si Mbak pengasuh. Continue reading
” Ma, besok kita main animal kaiser (arena bermain.red) lagi, ya?,” ajak sekaligus paksaan dari si sulung (usia 6 tahun) jelang akhir weekend plus akhir bulan. Luar biasa, permintaan yang sama sudah disanggupi sebanyak lebih dari 6 kali. Itu berarti, praktis 3 minggu berturut-turut, kami, orang tuanya kudu berkunjung ke tempat itu. Continue reading
Yang belum baca cerita sebelumnya ada di bagian 1, bagian 2, dan bagian 3
“Kak Ryan…Kak…tunggu.” Tiba-tiba suara itu terdengar lagi. Suara Tantri, yang lembut dan renyah. Ryan bingung harus bagaimana. Seminggu ini ia berhasil menghindar dari Tantri. Tapi, tidak kali ini.
“Tantri salah ya, Kak?,” Tantri bertanya sungguh-sungguh. Ryan Cuma diam dan menggelengkan kepalanya. “Kak, kalau aku salah, beritahu apa salahku. Kenapa Kak Ryan tidak mau jalan-jalan bareng aku lagi,” lagi-lagi Tantri menegaskan kebingungannya. Namun, lagi-lagi Cuma tatapan tak acuh Ryan sebagai balasannya. Continue reading
“Pokoknya, Ali tidak mau,” bantah Ali pada Ibu. Meski beberapa kali Ibu minta tolong untuk membawakan oleh-oleh ke rumah Ari, tetap saja Ali menolaknya. Alasannya kenapa, Ibu pun tak tahu. Ali tak mau cerita sama sekali. Akhirnya, Ibu sendiri yang pergi menuju ke rumah Ari.
Ketika di rumah Ari, barulah Ibu paham kenapa Ali enggan bertemu dengan sahabatnya tersebut. Ari bercerita tentang ketidaksengajaan yang ia lakukan pada Ali. “Kemarin aku tidak sengaja menumpahkan air di buku gambar Ali. Terus, Ali jadi marah padaku,” sesal Ari. Ari telah menjemur buku gambar Ali bahkan membelikannya yang baru, tapi tetap saja Ali marah padanya. Continue reading
Cerita sebelumnya di sini dan di sini
Genap seminggu terlewati, Ryan mengisi kekosongan hari tanpa Tantri. Jika biasanya sehari bisa 3 kali telepon ataupun SMS, kini ritual itu tak lagi ia lakukan.Adayang hilang. Ya, Ryan menyadari hal tersebut. Tapi, ia berusaha mengubur dalam-dalam kenangan bersama Tantri.
Ryan mencoba mengalihkan perhatiannya pada ruang di sudut lantai 2, Perpustakaan Kampus. Di sanalah Ryan memulai harinya. Jika tidak masuk kelas, Ryan pasti berada disana. Kursinya pun tidak berpindah-pindah. Selalu di bangku deretan pertama, dekat jendela. Continue reading
Siang itu, Mangki, Poni, Leni dan Pipo berkumpul di rumah pohon. Ya, hari itu mereka mendapat tugas prakarya dari Bu Guru. Namun, mereka belum juga mendapat ide. Tiba-tiba terdengar suara dari atas atap rumah mereka.
Cicicuit, cicicuit, cicit cuit…
”Eh, teman-teman, sepertinya ada suara burung yang merintih kesakitan, deh,” ujar Mangki. Continue reading