Gol….gol, sebuah gol kemenangan berhasil dilakukan oleh si Buyung.
Si Buyung : “Hahaha…, ini namanya, gol tendangan ikan buntal. Kalau yang tadi, tendangan ikan cupang ama tendangan cumi.” (dengan bangga si buyung berujar pada si Mbak pengasuh sembari mengakhiri permainan untuk mandi sore).
Usai merampungkan mandi sore dan makan malam, memori kemenangan tadi sore kembali melintas. Sembari senyum-senyum sendiri, si Buyung kembali mengingat momen tak terlupakan itu bersama si Mbak pengasuh.
Si Buyung : “Wah, tendanganya keren ya, Mbak. Oia, tendangannya apa aja, Mbak? (dengan penuh harap, ia mengikuti si Mbak kemanapun perginya. Padahal Mbak pengasuh sedang kerepotan menyiapkan perlengkapan keluarga untuk dibawa tamasya. Akibatnya, hanya senyuman dan anggukan saja yang menjadi jawabannya).
Si Buyung : “Mbak, ayo, apa nama tendangan tadi?” (kegusaran semakin terasa, hingga akhirnya…)
Si Buyung : “Huhuhu…, aku enggak mau main lagi sama Mbak.” (Tangisan pecah seketika. Si Mbak yang sedang sibuk pun seolah tak peduli. Ia malah menawarkan makanan pada si Buyung).
Si Mbak : “Ini coba dulu makanannya, yuk.” (Bukan anggukan yang diberikan, si Buyung malah menggeleng dan semakin menangis dengan histeris. Dan tangisan pun terhenti ketika Ayah Buyung datang).
Ayah Buyung : “Yuk, kita beli bola plastik dulu.”
Apa yang terjadi dan apa yang menjadi jawaban Kakak?
Si Buyung : “Iya, kita beli bola plastik. Tapi, aku enggak mau main lagi sama Mbak!”
Kebutuhan. Konflik yang terjadi diatas bermula dan diakhiri oleh pemenuhan kebutuhan. Dan kebutuhan yang dipenuhi dari masing-masing individu bersifat relatif. Salah seorang psikolog yang mengetengahkan teori kebutuhan ini adalah Abraham Maslow. Dalam sebuah situs Maslow menyebut terdapat lima tingkat kebutuhan dasar. Dalam lima kebutuhan dasar ini, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainnya.
Berikut, teori kebutuhan dasar Maslow :
1. Kebutuhan FisiologisIni adalah kebutuhan biologis.
Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.Berdasar kasus di atas, bukan kebutuhan fisiologis yang diinginkan si Buyung. Terbukti, ia menolak terang-terangan ketika ditawarkan makanan.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman. Begitupun dengan Si Buyung yang merasa perlu aman dengan bersepakat membeli bola bersama Ayah. Melalui media bola, Buyung merasa telah berhasil menghilangkan rasa tidak aman dari ketidakpedulian si Mbak pada dirinya.
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan Kepemilikan
Rasa emosi yang memuncak dapat terjadi akibat si Buyung merasa kecewa terhadap orang yang dipercayanya–dalam hal ini Si Mbak. Rasa sayang bisa menghadirkan kepercayaan pada si Buyung pada Mbak pengasuh yang bisa diandalkannya. Sayang, si Mbak tidak menyadari hal ini, justru malah bersikap acuh tak acuh. Alhasil, perasaan kesepian dan keteransingan pun muncul. Dan berakhir dengan reaksi spontan kemarahan si Buyung.
4. Kebutuhan Esteem
Dengan ketidakpedulian si Mbak atas pertanyaan Buyung membuat anak menjadi merasa dihargai. Ini berarti kebutuhan untuk sebuah harga juga mendominasi kondisi di atas.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Dalam hal ini, Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” Dan sebagai anak-anak pada umumnya, Buyung terlahir dengan aktualisasi diri bermain. Salah satunya dengan bermain bola atau tebak-tebakan. Oleh karena itu, ketika hal ini tidak tercapai, ia menjadi gelisah dan kesal. Akibatnya, menangis dan uring-uringan.
Penjelasan teori kebutuhan ini memaparkan bahwa seseorang akan terpuaskan jika kebutuhan yang diharapkan dan diminta dapat terpenuhi. Meski, bisa jadi nilainya jauh lebih kecil ketimbang yang diterimanya.
Salah seorang praktisi Community Development (comdev) di perusahan pembangkit (anak perusahaan PLN) menyebutkan kesuksesannya membangun hubungan harmoni dan sinergi dengan masyarakat sekitar pembangkit karena ia berprinsip,” Kalau seorang ingin A, maka berikan A. Jangan berikan C, karena, pasti, dia akan minta lagi.” Salah satu contoh, ketika masyarakat butuh bantuan dana tunai untuk membangun usaha perbengkelan. “Ya, kami berikan. Namun, tetap dikendalikan dengan pemberian pelatihan bengkel atau mengelas dan sebagainya. Sehingga mereka memiliki keterampilan yang mumpuni.”
Keyakinan ini juga yang berlaku pada tokoh masyarakat Banten, Embay Mulia Syarif. “Lebih baik membuat pagar nasi ketimbang pagar besi.” Istilah ini dapat diartikan bahwa pengamanan aktif berupa pemberian bantuan lebih efektif daripada pengamanan pasif–misal membuat pagar tinggi menjulang di seputaran perusahaan. Karena, memang, inilah kebutuhan fisiologis yang lebih utama daripada keamanan fisik.
Pemenuhan kebutuhan yang tepat menjadi kunci terciptanya hubungan yang menyenangkan, tidak cuma untuk anak-anak, orang dewasa pun demikian. (#)