Yang belum baca cerita sebelumnya ada di bagian 1, bagian 2, bagian 3, dan bagian 4
“Semua yang kamu ceritakan, tak ada yang salah. Tapi itu hanya sebagian kecil saja dari derita yang aku rasa akibat volly,” ungkap Ryan terbata-bata.
Pengalaman terpilih masuk pelatnas, diakui Ryan sebagai hal yang paling membanggakan dan membahagiakan. Apalagi ia telah berlatih serius sejak SMP. Karena itu, diterima di pelatnas memang telah ditunggunya.
Semua keluarga dan teman memberi dukungan penuh pada Ryan. Tak terkecuali Dinda, mantan kekasihnya. “Dinda begitu semangat. Saking antusiasnya, ia minta supaya kami bertunangan. Alasannya, supaya masing-masing saling mengikat diri,” cerita Ryan. Alhasil, Ryan dan Dinda pun bertunangan.
Lalu mereka terpisah sesaat karena Ryan memulai hari-harinya di pelatnas. Impian akan mengharumkan nama bangsa di berbagai kejuaraan volly internasional, sesaat lagi menjadi kenyataan. Hari-hari Ryan selalu dipenuhi dengan latihan.., latihan dan latihan.
Hingga suatu hari, musibah itu terjadi. Dokter memvonis Ryan untuk menjalani operasi amputasi ibu jari kaki kanannya. “Luka di kaki kananku sehabis latihan ternyata semakin parah. Padahal awalnya cuma luka kecil karena tersandung, lalu ibu jariku terluka,” ungkap Ryan sembari memandangi kakinya.
“Saat itu aku merahasiakan luka itu karena pikirku akan cepat pulih karena aku olahragawan. Karena rasa sakit itu semakin tak tertahankan, aku cuti sejenak dari pelatnas dengan alasan ada ujian di kampus.”
Namun, lanjut Ryan, luka itu ternyata tak kunjung sembuh. Malah, belakangan ia baru sadar, luka itu membusuk. “Dokter bilang aku menderita diabetes, luka tadi sulit disembuhkan. Apalagi dalam kasusku, luka itu telah membusuk. Dokter pun angkat tangan,” Ryan semakin melekatkan pandangannya pada kaki kanannya yang sudah tak ber-ibu jari.
Ryan pun sadar harus melepas harapan bertanding di berbagai kejuaran volly tingkat dunia. “Seorang atlit nasional tanpa kaki utuh itu cuma mimpi. Hanya kehilangan ibu jari ternyata menggoyahkan keseimbangan kakiku,” sesal Ryan, “Aku terpaksa mengundurkan diri.”
Belum cukup kedukaan yang Ryan alami. Dinda secara sepihak memutuskan pertunangan. “Dia bilang, orang tuanya harus ke luar negeri dan ia harus ikut. Dinda tidak yakin bisa menjalin hubungan jarak jauh, jadi ia memilih berpisah,” kenang Ryan. Sampai sekarang ia meyakini kondisi fisiknya yang berbeda dan status sebagai “warga biasa” itulah yang membuat Dinda meninggalkannya.
“Karena itu menjauhlah dariku, Tantri. Aku tak bisa menjalin hubungan lagi dengan volly, apalagi dengan seorang atlit nasional volly. Aku tidak mampu menahan kepedihan di balik kebahagiaanmu. Apalagi mendengar ceritamu saat berlaga di lapangan volly. Tidak, aku tidak bisa,” ujar Ryan bersungguh-sungguh.
Tantri terdiam. Ditatapnya Ryan dalam-dalam. Tantri tak memaksakan kata menghibur apapun untuk Ryan. Hanya saja, dipeluknya Ryan erat-erat. “Cuma waktu yang bisa menyembuhkan kekecewaanmu, Ryan. Dan aku siap menunggu sampai luka di hati itu benar-benar sembuh,” batin Tantri yakin. (#)
(selesai)