” Ma, besok kita main animal kaiser (arena bermain.red) lagi, ya?,” ajak sekaligus paksaan dari si sulung (usia 6 tahun) jelang akhir weekend plus akhir bulan. Luar biasa, permintaan yang sama sudah disanggupi sebanyak lebih dari 6 kali. Itu berarti, praktis 3 minggu berturut-turut, kami, orang tuanya kudu berkunjung ke tempat itu.
Tolak, sanggupi, tolak, sanggupi,…, kebingungan ini terus menyergap di hati kami, setiap kali harus menjawab pertanyaan ini. Seperti halnya, dua mata koin yang bertolakbelakang. Jawaban hanya ada pada dua pilihan. Ya atau Tidak.
Seperti kebanyakan orang tua lainnya–selalu ingin membahagiakan buah hati–tentu, tidak ingin mengecewakan. Namun, di sisi lain, meluluskan segala permintaan yang berbau kesenangan semata? Kok, rasanya, pun, bertentangan dengan ikrar dan tanggung jawab mendidik yang harus kami emban hingga akhir hayat.
Jadi, bagaimana?
“Pergilah bersama anak Anda dan beli sebuah dompet serta celengan yang bisa dibuka tanpa harus dipecahkan. Anak-anak usia 4 tahun ke atas sangat perlu menangani uang. Celengan untuk tabungan mereka dan dompet untuk uang belanja mereka.Dengan memiliki keduanya, si anak akan mempunyai pemahaman kongkret mengenai kedua konsep, menabung dan membelanjakan uang. Jika Anda mempunyai anak-anak di atas usia 10 tahun, sebuah rekening bank bisa menggantikan fungsi celengan.Begitu, Anda memberikan uang saku kepada Anak Anda, minta ia memasukkan bagian yang akan ditabung ke dalam celengan.
Di akhir bulan, Anda bisa pergi ke bank, membuka sebuah rekening dan menyimpan tabungan yang terkumpul.Sesuai persetujuan, tabungan itu takkan diambil selama 3 bulan, supaya jumlahnya bisa menjadi banyak. Setelah periode awal selama 3 bulan ini, tabungan anak Anda bisa diambil kapan saja untuk membeli barang yang terdaftar dalam kontrak. (Menggunakan menabung ini merupakan latihan yang bagus untuk mecegah pembelian spontan!)”
Kutipan panduan praktis dari buku Agar Anak Pandai Mengelola Uang, Paul W. Lermitte dan Jennifer Merritt ini dapat menjadi motivasi bagi orang tua dari belahan bumi manapun untuk tidak terjebak dengan permintaan dan keinginan anak. Namun tetap bisa bersikap proporsional terhadap kebutuhan perkembangan–si tukang atur–terutama bagi anak di atas usia 4 tahun. Bagaimanapun, secara fisik dan mental, anak di usia ini, terbilang telah menjadi miniatur orang dewasa. Padahal, kenyataannya, mereka tetaplah anak-anak.
Apabila orang tua menolak permintaan anak secara terang-terangan, kemungkinan yang terjadi adalah anak akan protes, membantah dan akhirnya menganggap orang tua tidak bisa memberi kesenangan baginya. Karena itu, pemberian celengan (bagi anak usia 4 tahun ke atas) akan membuatnya memahami konsep menabung sekaligus membelanjakan uang. Maksudnya, jika seseorang menabung maka ia akan mempunyai uang simpanan dan ini dapat dipakai untuk berbelanja sesuai keinginannya.
Adapun berapa jumlahnya, ini terkait erat dengan aturan domestik masing-masing keluarga. Pun, terhadap berapa bagian yang akan dibelanjakan. Sebagai contoh, jika seorang anak mendapat uang saku 15 ribu rupiah per minggu. Dan sekali main di arena bermain adalah 25 ribu rupiah. Maka, intensitas anak untuk bermain dapat dilakukan setiap 2 minggu sekali yang besarnya 30 ribu rupiah. Dengan demikian, masih ada sisa tabungan sebesar 5 ribu rupiah dari uang saku 2 minggu.
Sisa uang tabungan ini akan dikumpulkan bersama dengan sisa lainnya di akhir bulan. Yaitu, sebesar 10 ribu rupiah. Nah, tabungan bersih ini–sebaiknya disepakati antara orang tua dan anak–untuk tidak diutak-atik lagi. Kalau perlu, disimpan pada tempat yang tidak bisa diambil atau dibuka dengan mudah. Asumsinya, tabungan ini dapat digunakan untuk berbagai keinginan jangka menengah atau bahkan panjang berikutnya.
Apabila tidak ingin tersudut dengan sisa tabungan di 6 bulan atau 12 bulan nanti, sebuah kontrak keinginan bisa diberlakukan. Selain mencegah anak untuk membeli barang sesukanya, trik ini ampuh untuk membuat anak berpikir realistis antara kemampuan dan keinginannya. Ibaratnya,” jangan sampai besar pasak daripada tiang.” Diharapkan, anak akan menganggap uang sisa tadi sebagai “uang hilang” yang hanya dapat dipakai di waktu 6 atau 12 bulan mendatang.
Pengendalian diri atas sebuah keinginan merupakan sebuah investasi baik bagi seorang anak. Anak tidak akan mudah terombang-ambing atau bahkan menjadi over confidence dengan segala yang ia miliki. Dalam sebuah situs disebutkan pola asuh yang selalu memberikan keinginan anak dalam waktu singkat atau terlalu memanjakan anak berdampak pada tingkat percaya diri yang berlebihan. Ketika si anak beranjak dewasa, ia menganggap segala yang telah di capai adalah semata-mata karena usahanya sendiri tanpa menghiraukan peran-peran orang yang ada di sekitarnya.
Hal ini terjadi karena si anak berasumsi keliru tentang diri sendiri. Rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi kemampuan secara nyata. Akibatnya, ia akan berubah menjadi pribadi diktator yang suka mengatur orang, menguasai, dan merampas sesuatu yang di inginkan.
Biasanya, latar belakang keluarga kaya, jabatan prestisius, memiliki relasi yang luas, ekonomi memadai dan sebagainya menjadi faktor berlebihnya percaya diri. Hal ini perlu diwaspadai karena sebenarnya untuk menjadi sosok yang percaya diri, haruslah berpinjak pada kemampuan secara nyata. Rasa percaya diri seharusnya datang dari potensi dari dalam diri kita, bukan tekanan dan lingkungan. Lingkungan yang di maksud adalah lingkungan yang dekat dengan individu itu sendiri, misalnya orang tua dan masyarakat di sekitar ia tinggal.
Memupuk over convidence sama dengan memupuk benalu yang suatu saat akan menggerogoti diri individu itu sendiri. Menjadi percaya diri itu, baik. Tapi tidak dengan percaya diri yang berlebihan.
Menurut Psikolog W.H. Miskelll, tahun 1939 (dalam sebuah situs), percaya diri adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkan secara tepat. Sementara, Maslow menyebut, percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan aktualitas diri. Dengan percaya diri, orang akan mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri. Jadi orang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, serta bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain”.
Berdasar pengertian diatas, dapat diketahui bahwa orang yang percaya diri selalu memiliki sikap atau perasaan yakin pada kemampuan sendiri. Dan rasa yakin ini didapat setelah ia tahu apa kebutuhannya. Misal, jika seseorang ingin menjadi sejahtera, orang itu harus bekerja keras dan bijak dalam mengatur keuangan. Dan kesemuanya bisa diraih melalui sebuah proses panjang–tidak seperti membalikkan tangan.
Oleh sebab itu, belum terlambat jika seorang Bunda membangun rasa percaya diri sang buah hati dari sebuah celengan dan uang saku sedari dini. Hilangkan istilah malu dan gengsi. Justru dari celengan dan uang saku ini, bibit sebuah percaya diri atas apa yang menjadi milik si anak akan tumbuh secara pelan namun pasti.
Tentu, kita tidak ingin seumur hidupnya si anak bergantung pada kita, kan? atau ketika dewasa nanti hanya bisa membanding-bandingkan kemampuannya dan mudah terpengaruh dengan orang lain. Justru, hingga dewasa nanti, seorang anak akan terus berusaha untuk tidak berharap dengan dukungan orang lain. Manusia dewasa harus tahu apa yang menjadi kebutuhan dan harapannya dalam hidup ini.
#
Saya selalu menyelidiki online untuk tips yang dapat menguntungkan saya. Terima kasih!
Banyak terima kasih untuk mengembangkan usaha untuk membahas ini, saya merasa kuat tentang hal ini dan seperti mempelajari lebih banyak mengenai hal ini. Jika layak, karena Anda mendapatkan keahlian, maukah kau memperbarui halaman Web Anda memiliki banyak jauh lebih info? Hal ini sangat bermanfaat bagi saya.